Pengertian dan Fungsi Teori Dalam Komunikasi
Pengertian dan Fungsi Teori Dalam Komunikasi
Pengertian Teori
Penjelasan gejala alam secara cermat sehingga kita dapat melakukan prediksi. Bila penjelasan ini telah diuji berkali – kali dan terbukti benar, penjelasan ini dinamakan teori. Kerlinger ( dalam Jalaludin, 2000;06 ) menyebutkan bahwa teori adalah himpunan konstruk (konsep), definisi, dan proposisi yang mengemukakan pandangan sistematis tentang gejala dengan menjabarkan relasi di antara variabel, untuk menjelaskan dan meramalkan gejala tersebut.
Definisi di atas melukiskan ciri – ciri teori ilmiah. Secara terinci teori ilmiah ditandai olej hal – hal berikut (dalam Jalaludin, 2000;06 ) :
1. Teori terdiri dari proporsisi – proporsisi. Proporsisi adalah hubungan yang terbukti di antara berbagai vatiabel. Proporsisi ini biasanya dinyatakan dalam bentuk ”jika, maka”.
2. Konsep – konsep dalam proporsisi telah dibatasi pengertiannya secara jelas. Pembatasan konsep ini menghubungkan abstraksi dengan dunia empiris.
3. Teori harus mungkin diuji, diterima atau ditolak kebenarannya. Pembatasan pengertian konsep yang dipergunakan menyiratkan kemungkinan pengujian teori.
4. Teori harus dapat melakukan prediksi. Teori agresi dapat meramalkan bahwa bila guru selalu menghambat tingkah laku anak, frekuensi agresi akan bertambah.
5. Teori harus dapat melahirkan proporsisi – proporsisi tambahan yang semula tidak diduga.
Fungsi Teori
Ada bermacam – macam fungsi teori dari beberapa ahli. Seperti yang diungkapkan oleh Littlejohn yang menyatakan 9 fungsi dari teori, yakni :
1. Mengorganisasikan dan menyimpulkan pengetahuan tentang suatu hal. Ini berarti bahwa dalam mengamati realitas kita tidak boleh melakukan secara sepotong-sepotong. Kita perlu mengorganisasikan dan mensintesiskan hal-hal yang terjadi dalam kehidupan nyata. Pola-pola dan hubungan-hubungan harus dapat dicari dan ditemukan. Pengetahuan yang diperoleh dari pola atau hubungan itu kemudian disimpulkan. Hasilnya (berupa teori) akan dapat dipakai sebagai rujukan atau dasar bagi upaya-upaya studi berikutnya.
2. Memfokuskan. Teori pada dasarnya menjelaskan tentang sesuatu hal, bukan banyak hal.
3. Menjelaskan. Teori harus mampu membuat suatu penjelasan tentang hal yang diamatinya. Misalnya mampu menjelaskan pola-pola hubungan dan menginterpretasikan peristiwa-peristiwa tertentu.
4. Pengamatan. Teori tidak sekedar memberi penjelasan, tapi juga memberikan petunjuk bagaimana cara mengamatinya, berupa konsep-konsep operasional yang akan dijadikan patokan ketika mengamati hal-hal rinci yang berkaitan dengan elaborasi teori.
5. Membuat predikasi. Meskipun kejadian yang diamati berlaku pada masa lalu, namun berdasarkan data dan hasil pengamatan ini harus dibuat suatu perkiraan tentang keadaan yang bakal terjadi apabila hal-hal yang digambarkan oleh teori juga tercermin dalam kehidupan di masa sekarang. Fungsi prediksi ini terutama sekali penting bagi bidang-bidang kajian komunikasi terapan seperti persuasi dan perubahan sikap, komunikasi dalam organisasi, dinamika kelompok kecil, periklanan, public relations dan media massa.
6. Fungsi heuristik atau heurisme. Artinya bahwa teori yang baik harus mampu merangsang penelitian selanjutnya. Hal ini dapat terjadi apabila konsep dan penjelasan teori cukup jelas dan operasional sehingga dapat dijadikan pegangan bagi penelitian-penelitian selanjutnya.
7. Komunikasi. Teori tidak harus menjadi monopoli penciptanya. Teori harus dipublikasikan, didiskusikan dan terbuka terhadap kritikan-kritikan, yang memungkinkan untuk menyempurnakan teori. Dengan cara ini maka modifikasi dan upaya penyempurnaan teori akan dapat dilakukan.
8. Fungsi kontrol yang bersifat normatif. Asumsi-asumsi teori dapat berkembang menjadi nilai-nilai atau norma-norma yang dipegang dalam kehidupan sehari-hari. Dengan kata lain, teori dapat berfungsi sebagai sarana pengendali atau pengontrol tingkah laku kehidupan manusia.
9. Generatif. Fungsi ini terutama menonjol di kalangan pendukung aliran interpretif dan kritis. Menurut aliran ini, teori juga berfungsi sebagai sarana perubahan sosial dan kultural serta sarana untuk menciptakan pola dan cara kehidupan yang baru.
2. Paradigma – paradigma dalam Ilmu Komunikasi
Usaha untuk mengelompokkan teori – teori dan pendekatan kedalam sejumlah paradigma yang dilakukan sejauh ini telah menghasilkan pengelompokan yang sangat bervariasi. Kinloch (1977), contohnya, mengidentifikasi sekurangnya ada 6 paradigma atau perspektif teoretikal (Organic paradigm, Conflict paradigm, Social Behaviorism, StructureFunctionalism, Modern Conflict Theory, dan Social-Psychological paradigm). Tetapi Crotty (1994) mengelompokkan teori-teori sosial antara lain ke dalam Positivism, Interpretivism, Critical Inquiry, Feminism, dan Postmodernism. Burrel dan Morgan (1979), telah mengelompokkan teori – teori dan pendekatan dalam ilmu – ilmu sosial ke dalam 4 paradigma : Radical Humanist Paradigm, Radical StructuralisParadigm, Interpretive Paradigm, dan Functionalist Paradigm. Namun bahasan mereka tidak secara jelas menunjukkan implikasi metodologi dari masing – masing paradigma. Sementara itu Guba dan Lincoln (1994) mengajukan tipologi yang mencakup 4 paradigma : Positivism,Postpositivism,Critical Theories et al,dan Constructivism, masig – masing dengan implikasi metodologi tersendiri ( Hidayat, 2003;02 ).
Tetapi sejumlah ilmuwan sosial lain melihat positivism dan postpositivism bisa disatukan sebagai classical paradigm karena dalam prakteknya implikasi metodologi keduanya tidak jauh berbeda. Karena itu pula, untuk mempermudah kepentingan bahasan tentang implikasi metodologi dari suatu paradigma, maka teori – teori dan penelitian ilmiah komunikasi cukup dikelompokkan ke dalam 3 paradigma, yakni : 1) Classical Paradigm ( yang mencakup positivism dan postpositivism ), 2) Critical Paradigm, dan 3) Constructivism Paradigm ( Hidayat, 2003;02-03 ).
TIGA PERSPEKTIF / PARADIGMA ILMU SOSIAL
PARADIGMA KLASIK | PARADIGMA KONSTRUKTIVISME | PARADIGMA TEORI – TEORI KRITIS |
Menempatkan ilmu sosial seperti halnya ilmu-ilmu alam dan fisika, dan sebagai metode yang terorganisir untuk mengkombinasikan deductivelogic dengan pengamatan empiris, guna secara probabilistik menemukan – atau memperoleh konfirmasi tentang – hukum sebab akibat yang bisa digunakan memprediksi pola-pola umum gejala sosial tertentu. | Memandang ilmu sosial sebagai analisis sistematis terhadap socially meaningful action melalui pengamatan langsung dan rinci terhadap pelaku sosial dalam setting keseharian yang alamiah, agar mampu memahami dan menafsirkan bagaimana para pelaku sosial yang bersangkutan menciptakan dan memelihara / mengelola dunia sosial mereka. | Mendefinisikan ilmu sosial sebagai suatu proses yang secara kritis berusaha mengungkap ”the real structures” dibalik ilusi, false needs, yang dinampakkan dunia materi, dengan tujuan membantu membentuk suatu kesadaran sosial agar memperbaiki dan merubah kondisi kehidupan manusia |
( Hidayat, 2003;03 )
3. Hubungan Teori Dalam Penelitian Ilmiah Komunikasi
Suatu penelitian ilmiah selalu dimulai dengan suatu perencanaan yang seksama. Perencanaan ini dalam bidang ilmiah mana pun mengikuti suatu logika yang sama, karena pada pokoknya suatu perencanaan merupakan serentetan petunjuk – petunjuk yang disusun secara logis dan sistematis. Suatu perencanaan yang baik membutuhkan pemikiran yang seksama, sehingga sering kali memakan waktu yang jauh lebih lama daripada diperkirakan semula. Namun waktu dan pemikiran yang digunakan itu tak akan sia – sia, karena diterimanya usul suatu penelitian atau berhasil tidaknya penelitian itu, sebagian besar ditentukan dengan perencanaannya.
Suatu perencanaan liputan dapat dibagi ke dalam delapan lagkah sebagai berikut : (1) pemilihan persoalan; (2) penentuan ruang lingkup; (3) pemeriksaan tulisan – tulisan yang bersangkutan; (4) perumusan kerangka teoritis; (5) penentuan konsep – konsep; (6) perumusan hipotesa – hipotesa; (7) pemilihan metode pelaksanaan penelitian; (8) perencanaan sampling ( Koentjaraningrat, 1985;14 )
Sehingga dapat terlihat bahwa adanya keterkaitan erat antara teori komunikasi dengan sebuah penelitian ilmiah. Dikarenakan sebuah teori merupakan salah satu pondasi dimana seseorang akan membangun sebuah konstruksi penelitian ilmiah.
0 comments:
Post a Comment