POSITIVISME
1. Komunikasi menurut pandangan positivisme
Dalam pandangan positivisme komunikasi diartikan sebagai proses linear atau proses sebab akibat dimana proses pengiriman pesan untuk mengubah suatu pengetahuan dan diikuti dengan adanya perubahan sikap dan perilaku. Model komunikasi yang diterapkan adalah komunikasi satu arah yang menggunakan perpektif mekanistis. Metodologi alam digunakan dalam merumuskan data dan menyimpulkan kebenaran. Model komunikasi mekanistis merupakan model yang dipengaruhi oleh positivisme atau sosiologi.
- Metode Ilmu Alam :
Adanya jarak antara pengamat dan obyek yang diamati, sehingga obyak penelitian adalah fakta netral dan menjadikan kesimpulan yang ditarik cenderung apa adanya. Obyek dapat dimanipulasi dalam eksperimen untuk menemukan pengetahuan menurut model sebab akibat. Hasil manipulasi adalah pengetahuan dengan hukum – hukum yang niscaya atau cenderung tetap (jika..., maka...)
2. Sejarah Positivisme :
Sejarah positivisme dipelopori oleh 2 pemikir dari Perancis yaitu Henry Sain Simon 1760 – 1825 dan Auguste Comte 1798 – 1857. Comte membangun studi ilmiah terhadap masyarakat Perancis ( sosiologi ) berdasar prinsip ilmu alam. Lalu dikembangkan untuk melawan filsafat negatif dan destruktif. Comte mengkritik filsuf ”pencerahan” yang masih bergelut pada khayalan metafisika.
Gagasan Comte terdiri dari 3 tahap perkembangan sejarah manusia, yaitu : teologis, metafisis, positivis. Positivisme yang dikembangkan Comte disebut positivisme Sosial, Ia meyakini bahwa kehidupan sosial hanya dapat dicapai melalui penerapan ilmu – ilmu positiv. Dari gagasan tersebut kemudian muncul Positivisme Evolusioner yang dipelopori oleh Charles Lyell, Charles Darwin, Herbert Spencer yang menyakini bahwa interaksi manusia dengan alam semesta sebagai penentu kemajuan.
Pada tahun 1920 muncul Positivisme Logis di Austria yang dipelopori oleh Rudolph Carnapp, Alfredd Ayer, dan Bertrand Russel yang menitik beratkan bahwa aliran positivisme fokus pada logika dan bahasa ilmiah.
3. Gagasan Positivisme
Gagasan – gagasan positivisme yang dikembangkan para pemikir cenderung melihat berdasarkan apa yang berdasarkan fakta obyektif, nyata, pasti, tepat, dan berguna sehingga memiliki kesahihan yang mutlak. Mereka mencoba melihat bahwa pengetahuan tentang suatu benda dapat dipakai meramalkan benda itu di masa datang. Demikian pula pengetahuan tentang masyarakat, dengan demikian ilmu sosial dapat membantu penciptaan susunan masyarakat sesuai teori. Prinsipnya ”Savoir Pour Prevoir” atau mengetahui untuk meramalkan. Dengan merujuk pada hukum deduktif – nomologis.
Positivisme adalah aliran filsafat ilmu yang didasarkan pada asumsi – asumsi :
1. Ontologis
Adanya realisme , ilmu pengetahuan yang bertujuan menemukan hukum – hukum kausalitas. Merupakan realisme naif atau obyektivistik.
2. Epistemologi
Adanya dualisme, teori menggambarkan semesta apa adanya tanpa keterlibatan nilai subjektif peneliti.
3. Metodologi
Adanya eksperimental, dengan menyusun hipotesis.
Doktrin positivisme adalah kesatuan ilmu, bahwa keabsahan ilmu harus disandarkan pada kesatuan metode dan bahasa. Kriteria batas – batas ilmu pengetahuan : 1) Prosedur ilmu alam dapat langsung diterapkan pada ilmu sosial. 2) Hasil riset dapat dirumuskan dalam hukum – hukum. 3) Ilmu sosial harus bersifat teknis dan bersifat bebas nilai (tidak bersifat etis, tidak terkait dengan dimensi politik ).
Tiga prinsip positivisme :
- Prosedur ilmu alam dapat langsung diterapkan pada ilmu sosial.
- Hasil riset dapat dirumuskan dalam hukum – hukum.
- Ilmu sosial harus bersifat teknis dan bersifat bebas nilai ( tidak bersifat etis, tidak terkait dengan dimensi politik )
Ciri – ciri positivisme :
- Bebas nilai : nilai – nilai pengamat tidak dilibatkan ketika melakukan pengamatan, sehingga kesimpulan ”apa adanya”
- Fenomenalisme : apa yang diamati merupakan fenomena belaka
- Nominalisme : kebenaran terletak pada penamaan, bukan pada kenyataan itu sendiri.
- reduksionisme : menyederhanakan kenyataan menjadi fakta – fakta yang dapat direduksi.